Saturday, August 2, 2014

Bacaan shalawat yang benar dan hukum menikahi wanita hamil -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1356. Dari Mas Rifai Ali di Sugihwaras: Ustadz, 1. bagaimana bacaan shalawat yang benar ? 2. Ada salah satu tetangga menikah, baru 2 hari koq sudah melahirkan anak perempuan, hukum pernikahannya bagaimana ? dan siapakah wali anak tadi ?

Jawab:
1. Shalawat pada Nabi SAW yang benar yaitu shalawat yang diajarkan oleh Nabi, antara lain misalnya:
اللهم صل على محمد, وعلى أهل بيته, وعلى أزواجه وذريته, كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم, إنك حميد مجيد, وبارك على محمد, وعلى أهل بيته, وعلى أزواجه وذريته, كما باركت على  إبراهيم وعلى  آل إبراهيم, إنك حميد مجيد

Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihii wa ‘alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii kamaa shallaita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahim, innaka hamiidum majiid. Wabaarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihii wa ‘alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii kamaa baarakta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahim, innaka hamiidum majiid. HR Ahmad dan Ath-Thahawi dengan sanad yang shahih.

Atau seperti:
اللهم صل على محمد, وعلى آل محمد, وبارك على محمد, وعلى آل محمد, كما صليت وباركت على إبراهيم وآل إبراهيم إنك حميد مجيد

Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shallaita wa baarakta ala Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahiim, Innaka hamiidum majiid.
dan lain-lain, anda bisa melihat dalam kitab Shifatus Shalatin Nabi yang disusun oleh syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani halaman 179-181, yang menyebutkan 7 shalawat yang dianggap paling shahih.

2. Hukum menikahnya orang yang disebutkan dalam pertanyaan tadi terjadi perselisihan paham di antara para Imam.
Menurut madzhab Hanafi, ada pun orang yang hamil karena zina maka tidak pakai Iddah atas wanita itu sehingga boleh dinikahi, tetapi tidak halal untuk mencampurinya sehingga lahirnya anak. Tetapi kalau hamilnya bukan karena zina, tetapi karena Iddah karena ditinggal mati suaminya atau dicerai suaminya maka nikah itu tidak sah.
Menurut madzhab Malik, wanita itu apabila hamil dari zina maka tetap memakai iddah, sehingga menikahnya itu tidak sah.
Menurut madzhab Syafi’i, hampir sama dengan madzhab Hanafi, bedanya kalau hamil karena zina tetap boleh dinikahi, dan boleh untuk dicampuri walaupun anaknya belum lahir.
Menurut madzhab Hambali, wanita itu wajib iddah apakah hamilnya dengan akad yang shahih atau tidak shahih atau karena zina, pokoknya wanita itu harus menjalani masa iddah sampai lahir bayinya.

Dan tentunya kalau anda ingin penjelasan yang lebih lengkap, silakan periksa Al-Fiqhu alal Madzahibil Arba’ah jilid 4 halaman 519-531.

Sedang walinya anak itu tadi adalah wali hakim, tidak boleh bapaknya yang menikahi ibunya tadi menjadi walinya.

Wallahu A’lam.

Hukum walimah khitan -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1355. Dari Mas Edi di Sumberrejo: Ustadz, apakah ada tuntunan kalau setelah khitan harus dibancaki atau di-uduk-i ? Mohon penjelasannya.

Jawab:
Memang tidak disyariatkan mengadakan walimah untuk khitan itu. Hanya saja walimah bisa dibarengkan untuk khitan dan aqiqah (memberi nama, mencukur rambut, bersedekah dengan timbangan rambut bayi tadi, menyembelih kambing), ini yang biasa disebut orang dengan walimatul aqiqah / walimatul khitan. Kalau walimah untuk khitan saja tidak ada tuntunannya.

Wallahu A’lam.

Cara mengajak meninggalkan bid'ah -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1354. Dari Sdr Agus di Sumberrejo: Ustadz, keluarga saya banyak sekali yang melakukan perbuatan bid’ah, dan saya ingin merubahnya tetapi tidak bisa. Apa yang harus saya lakukan ?

Jawab:
Laksanakanlah Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 125:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.


Dan juga Firman Allah dalam surat Fushshilat ayat 33-35:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.

Jadi tegasnya, supaya anda telaten untuk memberi nasihat, membimbing, memberi pengarahan dan seterusnya walaupun mereka membantah. Kalau membantah dijawab dengan jawaban yang lebih jitu dari bantahan itu.

Wallahu A’lam.

Hukum hari raya ketupat/kupatan -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1353. Dari Mas Kholis di Semen Kidul: Ustadz, hari raya ketupat itu ada atau tidak ? Adakah dasarnya ?

Jawab:
Kata syaikhul islam Ibnu Taimiyah ra:
وأما ثامن شوال : فليس عيداً لا للأبرار ولا للفجار ، ولا يجوز لأحد أن يعتقده عيداً ، ولا يحدث فيه شيئاً من شعائر الأعياد

Adapun tanggal 8 syawal, maka tidak menjadi hari raya bagi orang yang baik-baik maupun orang yang tidak baik. Dan tidak diperkenankan bagi seseorang untuk meyakini tanggal tersebut sebagai hari raya. Dan tidak boleh membuat sesuatu di dalam tanggal tersebut dari syiar-syiar hari raya. Ini diambil dari penjelasan beliau di dalam kitab Al-Ikhtiyaratul Fiqhiyah halaman 99.

Tegasnya tidak ada dasarnya yang namanya hari raya ketupat/kupatan, karena itu tidak ada juga anjuran untuk berbuat apa-apa.

Wallahu A’lam

Orang yang dicela/dihina akan dihapus satu dosanya? -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1352. Dari Sdr. Muhsin di Cangakan: Ustadz, apakah orang yang dicela/dihina, Allah akan menghapus satu dosa darinya ? dan bagaimana kita menyikapi hal itu ?

Jawab:
Bacalah surat Asy-Syura ayat 39-43, Anda akan menemukan jawaban dari pertanyaan itu.

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنتَصِرُونَ
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَٰئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.
Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.

Dan Sabda Nabi SAW:
ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا هم ولا حزن ولا أذى ولا غم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه

Apa saja yang menimpa pada muslim dari kepayahan dan keprihatinan dan kesusahan dan hal-hal yang menyakitkan dan kesedihan sampai apabila ada duri yang mengenainya, Allah akan menghapus dengan sebab hal-hal tadi dari kesalahan-kesalahan dan dosanya. HR Bukhari tentang orang yang sedang sakit hadits nomer 5641 dan 5642, dan Imam Muslim dalam bab berbuat baik dan menyambung hubungan keluarga hadits nomer 2573, dan At-Tirmidzi dalam kitab Al-Janaiz hadits nomer 966, dan Imam Ahmad dalam kitab Sunan-nya jilid 3 halaman 18,19 dan 24.

Wallahu A’lam.

Syarat bolehnya menjama' shalat -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1351. Dari Sdr. Mustofa di Sumberrejo: Ustadz, 1. Berapakah jarak seseorang boleh menjama’ shalat? 2. Bolehkah menjama’ shalat ketika sakit keras, dan bolehkan jama’ qashar ?

Jawab:
Menjama’ shalat antara dhuhur dan ashar, dan antara maghrib dan isya, baik jama’ taqdim atau ta’khir, adalah soal yang sangat lapang dalam agama ini.

Yang diperbolehkan menjama’ itu bagi orang yang sedang dalam keadaan ketakutan, dan bagi orang yang sakit, bagi orang yang bepergian dan juga bagi kaum muslimin yang sedang di dalam masjid saat dhuhur ashar atau saat maghrib isya kemudian terjadi hujan yang sangat lebat, maka mereka juga boleh menjama’ shalatnya. Cuma mereka tidak boleh mengqashar, karena qashar itu khusus untuk orang yang bepergian/musafir.

Untuk jarak orang boleh menjama’ shalat tidak ada ketentuannya, karena jama’ bisa dilakukan asalkan syarat diperbolehkan menjama’ terpenuhi.

Yang ada ketentuan jarak adalah untuk qashar, yang penentuannya berbeda-beda menurut pendapat 4 imam, tetapi tidak akan dibahas di sini.

Wallahu A’lam.

Friday, August 1, 2014

Tentang orang tua dan anak Nabi Muhammad SAW -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1350. Dari Sdr. Basit Ridha di Kalirejo Bojonegoro: Ustadz, 1. Siapa yang dimaksud wali Muhammad, padahal ibu bapak beliau Jahiliyah? 2. Bagaimana makna waladun shalihun yad’uu lah, jika anak tidak dapat membebaskan orang tua dari siksa neraka, 3. mengapa putra-putri Rasulullah SAW hanya lahir dari Khadijah, padahal ada 9 istri. Mohon maaf bila tidak berkenan.

Jawab:
1. Allah berfirman di surat Al-Mumtahanah ayat 4:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ



Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali".

Di sini menjelaskan bahwa Ibrahim as. dan para Nabi-nabi yang bersamanya itu menjadi contoh tatkala  mereka menyatakan pada kaumnya bahwa mereka melepaskan diri dari kaumnya termasuk bapak ibunya yang tidak mau islam, sehingga mereka mau iman kepada Allah. Jadi menjawab pertanyaan pertama, walinya Nabi Muhammad itu adalah Allah, juga Allah adalah wali orang-orang yang beriman. Ke atas ke bawah sama saja ini, Nabi Nuh tidak boleh mengakui itu anaknya juga.

Dan Allah juga berfirman di surat At-Taubah ayat 114:

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ



Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.


2. Kenapa anak yang shalih tidak bisa membebaskan orang tua dari neraka. Yang dimaksud hadits ini adalah untuk orang tua yang beriman. Orang yang musyrik tidak boleh didoakan, jangankan kita, Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim saja tidak.  Sebagaimana yang dicontohkan dalam hadits dari Abu Hurairah ra :
ان العبد لترفع له الدرجة فقال اي رب ان لي هذا فيقول بالاستغفار ولدك لك من بعد

Sesungguhnya ada seorang hamba yang diangkat derajatnya di surga nanti, maka dia berkata: wahai Tuhan, dari mana aku bisa begini ini ? Allah menjawab: Sebab anakmu berdoa memohonkan ampun kepadamu sesudah kamu meninggal. HR Hamad bin Salamah dan Ahmad dan Baihaqi, dan hadits ini hadits shahih.

3. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa seluruh putra-putri Nabi SAW dari Khadijah binti Khuwailid ra, selain putra beliau yang bernama Ibrahim yang dari Ibu yang namanya Mariyah binti Syam’un Al-Khibtiyah dari Mesir. Kata Muhammad bin Sa’ad dalam kitab Ath-Thabaqat jilid 1 halaman 133: Telah bercerita kepadaku Hisyam bin Kalabi: Putra Rasulullah yang tertua Qasim, kemudian Zainab, kemudian Abdullah, kemudian Ummu Kultsum, kemudian Fatimah, kemudian Ruqayyah ra, lantas Qasim yang meninggal pertama di Makkah, kemudian Abdullah. Maka berkata Al-Ash bin Wail Ats-Tsani mengolok Nabi Muhammad bahwa anaknya yang laki-laki sudah meninggal semua, berarti terputus keturunan Muhammad. Maka Allah menurunkan QS Al-Kautsar. Kemudian melahirkan untuk Nabi Mariyah tadi Ibrahim di Madinah pada bulan Dzulhijjah tahun 8 Hijriyah. Kemudian Ibrahim ini meninggal pada waktu berumur 18 bulan. Itu semuanya adalah keputusan Allah untuk Nabi Muhammad SAW.

Wallahu A’lam.