Saturday, August 2, 2014

Bacaan shalawat yang benar dan hukum menikahi wanita hamil -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1356. Dari Mas Rifai Ali di Sugihwaras: Ustadz, 1. bagaimana bacaan shalawat yang benar ? 2. Ada salah satu tetangga menikah, baru 2 hari koq sudah melahirkan anak perempuan, hukum pernikahannya bagaimana ? dan siapakah wali anak tadi ?

Jawab:
1. Shalawat pada Nabi SAW yang benar yaitu shalawat yang diajarkan oleh Nabi, antara lain misalnya:
اللهم صل على محمد, وعلى أهل بيته, وعلى أزواجه وذريته, كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم, إنك حميد مجيد, وبارك على محمد, وعلى أهل بيته, وعلى أزواجه وذريته, كما باركت على  إبراهيم وعلى  آل إبراهيم, إنك حميد مجيد

Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihii wa ‘alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii kamaa shallaita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahim, innaka hamiidum majiid. Wabaarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihii wa ‘alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii kamaa baarakta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahim, innaka hamiidum majiid. HR Ahmad dan Ath-Thahawi dengan sanad yang shahih.

Atau seperti:
اللهم صل على محمد, وعلى آل محمد, وبارك على محمد, وعلى آل محمد, كما صليت وباركت على إبراهيم وآل إبراهيم إنك حميد مجيد

Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shallaita wa baarakta ala Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahiim, Innaka hamiidum majiid.
dan lain-lain, anda bisa melihat dalam kitab Shifatus Shalatin Nabi yang disusun oleh syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani halaman 179-181, yang menyebutkan 7 shalawat yang dianggap paling shahih.

2. Hukum menikahnya orang yang disebutkan dalam pertanyaan tadi terjadi perselisihan paham di antara para Imam.
Menurut madzhab Hanafi, ada pun orang yang hamil karena zina maka tidak pakai Iddah atas wanita itu sehingga boleh dinikahi, tetapi tidak halal untuk mencampurinya sehingga lahirnya anak. Tetapi kalau hamilnya bukan karena zina, tetapi karena Iddah karena ditinggal mati suaminya atau dicerai suaminya maka nikah itu tidak sah.
Menurut madzhab Malik, wanita itu apabila hamil dari zina maka tetap memakai iddah, sehingga menikahnya itu tidak sah.
Menurut madzhab Syafi’i, hampir sama dengan madzhab Hanafi, bedanya kalau hamil karena zina tetap boleh dinikahi, dan boleh untuk dicampuri walaupun anaknya belum lahir.
Menurut madzhab Hambali, wanita itu wajib iddah apakah hamilnya dengan akad yang shahih atau tidak shahih atau karena zina, pokoknya wanita itu harus menjalani masa iddah sampai lahir bayinya.

Dan tentunya kalau anda ingin penjelasan yang lebih lengkap, silakan periksa Al-Fiqhu alal Madzahibil Arba’ah jilid 4 halaman 519-531.

Sedang walinya anak itu tadi adalah wali hakim, tidak boleh bapaknya yang menikahi ibunya tadi menjadi walinya.

Wallahu A’lam.

Hukum walimah khitan -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1355. Dari Mas Edi di Sumberrejo: Ustadz, apakah ada tuntunan kalau setelah khitan harus dibancaki atau di-uduk-i ? Mohon penjelasannya.

Jawab:
Memang tidak disyariatkan mengadakan walimah untuk khitan itu. Hanya saja walimah bisa dibarengkan untuk khitan dan aqiqah (memberi nama, mencukur rambut, bersedekah dengan timbangan rambut bayi tadi, menyembelih kambing), ini yang biasa disebut orang dengan walimatul aqiqah / walimatul khitan. Kalau walimah untuk khitan saja tidak ada tuntunannya.

Wallahu A’lam.

Cara mengajak meninggalkan bid'ah -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1354. Dari Sdr Agus di Sumberrejo: Ustadz, keluarga saya banyak sekali yang melakukan perbuatan bid’ah, dan saya ingin merubahnya tetapi tidak bisa. Apa yang harus saya lakukan ?

Jawab:
Laksanakanlah Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 125:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.


Dan juga Firman Allah dalam surat Fushshilat ayat 33-35:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.

Jadi tegasnya, supaya anda telaten untuk memberi nasihat, membimbing, memberi pengarahan dan seterusnya walaupun mereka membantah. Kalau membantah dijawab dengan jawaban yang lebih jitu dari bantahan itu.

Wallahu A’lam.

Hukum hari raya ketupat/kupatan -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1353. Dari Mas Kholis di Semen Kidul: Ustadz, hari raya ketupat itu ada atau tidak ? Adakah dasarnya ?

Jawab:
Kata syaikhul islam Ibnu Taimiyah ra:
وأما ثامن شوال : فليس عيداً لا للأبرار ولا للفجار ، ولا يجوز لأحد أن يعتقده عيداً ، ولا يحدث فيه شيئاً من شعائر الأعياد

Adapun tanggal 8 syawal, maka tidak menjadi hari raya bagi orang yang baik-baik maupun orang yang tidak baik. Dan tidak diperkenankan bagi seseorang untuk meyakini tanggal tersebut sebagai hari raya. Dan tidak boleh membuat sesuatu di dalam tanggal tersebut dari syiar-syiar hari raya. Ini diambil dari penjelasan beliau di dalam kitab Al-Ikhtiyaratul Fiqhiyah halaman 99.

Tegasnya tidak ada dasarnya yang namanya hari raya ketupat/kupatan, karena itu tidak ada juga anjuran untuk berbuat apa-apa.

Wallahu A’lam

Orang yang dicela/dihina akan dihapus satu dosanya? -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1352. Dari Sdr. Muhsin di Cangakan: Ustadz, apakah orang yang dicela/dihina, Allah akan menghapus satu dosa darinya ? dan bagaimana kita menyikapi hal itu ?

Jawab:
Bacalah surat Asy-Syura ayat 39-43, Anda akan menemukan jawaban dari pertanyaan itu.

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنتَصِرُونَ
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَٰئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.
Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.

Dan Sabda Nabi SAW:
ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا هم ولا حزن ولا أذى ولا غم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه

Apa saja yang menimpa pada muslim dari kepayahan dan keprihatinan dan kesusahan dan hal-hal yang menyakitkan dan kesedihan sampai apabila ada duri yang mengenainya, Allah akan menghapus dengan sebab hal-hal tadi dari kesalahan-kesalahan dan dosanya. HR Bukhari tentang orang yang sedang sakit hadits nomer 5641 dan 5642, dan Imam Muslim dalam bab berbuat baik dan menyambung hubungan keluarga hadits nomer 2573, dan At-Tirmidzi dalam kitab Al-Janaiz hadits nomer 966, dan Imam Ahmad dalam kitab Sunan-nya jilid 3 halaman 18,19 dan 24.

Wallahu A’lam.

Syarat bolehnya menjama' shalat -Tanya jawab Ma'had 29 November 2010-

1351. Dari Sdr. Mustofa di Sumberrejo: Ustadz, 1. Berapakah jarak seseorang boleh menjama’ shalat? 2. Bolehkah menjama’ shalat ketika sakit keras, dan bolehkan jama’ qashar ?

Jawab:
Menjama’ shalat antara dhuhur dan ashar, dan antara maghrib dan isya, baik jama’ taqdim atau ta’khir, adalah soal yang sangat lapang dalam agama ini.

Yang diperbolehkan menjama’ itu bagi orang yang sedang dalam keadaan ketakutan, dan bagi orang yang sakit, bagi orang yang bepergian dan juga bagi kaum muslimin yang sedang di dalam masjid saat dhuhur ashar atau saat maghrib isya kemudian terjadi hujan yang sangat lebat, maka mereka juga boleh menjama’ shalatnya. Cuma mereka tidak boleh mengqashar, karena qashar itu khusus untuk orang yang bepergian/musafir.

Untuk jarak orang boleh menjama’ shalat tidak ada ketentuannya, karena jama’ bisa dilakukan asalkan syarat diperbolehkan menjama’ terpenuhi.

Yang ada ketentuan jarak adalah untuk qashar, yang penentuannya berbeda-beda menurut pendapat 4 imam, tetapi tidak akan dibahas di sini.

Wallahu A’lam.

Friday, August 1, 2014

Tentang orang tua dan anak Nabi Muhammad SAW -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1350. Dari Sdr. Basit Ridha di Kalirejo Bojonegoro: Ustadz, 1. Siapa yang dimaksud wali Muhammad, padahal ibu bapak beliau Jahiliyah? 2. Bagaimana makna waladun shalihun yad’uu lah, jika anak tidak dapat membebaskan orang tua dari siksa neraka, 3. mengapa putra-putri Rasulullah SAW hanya lahir dari Khadijah, padahal ada 9 istri. Mohon maaf bila tidak berkenan.

Jawab:
1. Allah berfirman di surat Al-Mumtahanah ayat 4:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ



Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali".

Di sini menjelaskan bahwa Ibrahim as. dan para Nabi-nabi yang bersamanya itu menjadi contoh tatkala  mereka menyatakan pada kaumnya bahwa mereka melepaskan diri dari kaumnya termasuk bapak ibunya yang tidak mau islam, sehingga mereka mau iman kepada Allah. Jadi menjawab pertanyaan pertama, walinya Nabi Muhammad itu adalah Allah, juga Allah adalah wali orang-orang yang beriman. Ke atas ke bawah sama saja ini, Nabi Nuh tidak boleh mengakui itu anaknya juga.

Dan Allah juga berfirman di surat At-Taubah ayat 114:

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ



Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.


2. Kenapa anak yang shalih tidak bisa membebaskan orang tua dari neraka. Yang dimaksud hadits ini adalah untuk orang tua yang beriman. Orang yang musyrik tidak boleh didoakan, jangankan kita, Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim saja tidak.  Sebagaimana yang dicontohkan dalam hadits dari Abu Hurairah ra :
ان العبد لترفع له الدرجة فقال اي رب ان لي هذا فيقول بالاستغفار ولدك لك من بعد

Sesungguhnya ada seorang hamba yang diangkat derajatnya di surga nanti, maka dia berkata: wahai Tuhan, dari mana aku bisa begini ini ? Allah menjawab: Sebab anakmu berdoa memohonkan ampun kepadamu sesudah kamu meninggal. HR Hamad bin Salamah dan Ahmad dan Baihaqi, dan hadits ini hadits shahih.

3. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa seluruh putra-putri Nabi SAW dari Khadijah binti Khuwailid ra, selain putra beliau yang bernama Ibrahim yang dari Ibu yang namanya Mariyah binti Syam’un Al-Khibtiyah dari Mesir. Kata Muhammad bin Sa’ad dalam kitab Ath-Thabaqat jilid 1 halaman 133: Telah bercerita kepadaku Hisyam bin Kalabi: Putra Rasulullah yang tertua Qasim, kemudian Zainab, kemudian Abdullah, kemudian Ummu Kultsum, kemudian Fatimah, kemudian Ruqayyah ra, lantas Qasim yang meninggal pertama di Makkah, kemudian Abdullah. Maka berkata Al-Ash bin Wail Ats-Tsani mengolok Nabi Muhammad bahwa anaknya yang laki-laki sudah meninggal semua, berarti terputus keturunan Muhammad. Maka Allah menurunkan QS Al-Kautsar. Kemudian melahirkan untuk Nabi Mariyah tadi Ibrahim di Madinah pada bulan Dzulhijjah tahun 8 Hijriyah. Kemudian Ibrahim ini meninggal pada waktu berumur 18 bulan. Itu semuanya adalah keputusan Allah untuk Nabi Muhammad SAW.

Wallahu A’lam.

Bagaimana cara melupakan cinta terlarang -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1349. Dari Mama Jelita di Bojonegoro: Ustadz, bulan Mei kemarin saya punya teman awalnya sebatas SMS saja dan ketemuan sampai 3 kali. Kemudian suami saya tahu dan marah besar. Aku dan temanku sudah janji tidak akan ketemu lagi. Yang saya tanyakan, kenapa sampai dengan sekarang saya belum bisa melupakan teman saya, padahal dia usianya sudah 35 tahun punya anak 2, sedang aku 30 tahun punya anak 1, suami saya 32 tahun. Apakah saya benar-benar sudah jatuh cinta ? Bagaimana cara melupakan dia ?

Jawab:
Barangkali Anda memang jatuh cinta sehingga mempunyai TTM (teman tapi mesra) itu tadi, jatuh cinta yang seperti itu sebenarnya tidak sesuai dengan aturan berumah tangga karena tadi disebutkan sudah berumah tangga dan punya 1 anak, jadi patut saja kalau suami marah. Karena itu sebaiknya atau wajib bagi mama jelita untuk banyak-banyak beristighfar, banyak-banyak bertaubat mengakui salah. Apalagi mama jelita pu nya suami yang lebih muda dari TTM tadi. Setiap mama jelita membayangkan wajah TTM itu di benak Anda ucapkan apa yang diucapkan Nabi Khidir as. kepada Nabi Musa as. sambil memohon perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk:

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم , قال هذا فراق بيني و بينك
A’udzubillaahiminasy-syaithaanirrajiim, qaala haadza firaaqu bainii wa bainik

Dan hadapilah suami anda dengan cinta yang lebih daripada yang sudah-sudah, dengan demikian in sya Allah anda bisa selamat dari hal-hal yang tidak baik itu.

Wallahu A’lam.

Mengapa Gusdur dan Amin Rais tidak menyuruh putrinya berjilbab -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1348. Dari Sdr. Salsa di Rengel: bagaimana pendapat Ustadz tentang mantan-mantan pemimpin NU dan Muhammadiyah alm Gus Dur dan Amin Rais yang tidak menyuruh putranya berkerudung, padahal mereka pemimpin-pemimpin umat, mereka juga mendukung Ahmadiyah.

Jawab:
Semoga Allah membimbing Anda dan kami semua untuk kembali ke kitab Allah dan pada tuntunan Rasulullah SAW.
Barangkali pendapat kedua pemimpin seperti Gus Dur dan Amin Rais yang tidak menyuruh putrinya untuk memakai jilbab/berkerudung, karena mereka yakin dengan adanya keamanan di negeri ini. Dengan memperhatikan sebab turunnya firman Allah SWT di surat Al-Ahzab ayat 59:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا


Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sebelum turun ayat ini, gadis-gadis di Madinah kalau sore kalau mau buang air (kalau di sini ke sawah/greng, dulu belum ada WC), lantas mereka itu diganggu oleh pemuda-pemuda yang nakal maka turunlah ayat ini. Jadi dengan memakai jilbab setidaknya mereka dikenal sebagai muslimah sehingga tidak diganggu.

Sedangkan urusan Ahmadiyah, barangkali Gus Dur, semoga Allah memberinya ampunan dan memberinya rahmat, beliau berpendapat kalau yang menjadi penduduk negeri ini boleh semua agama tidak beda antara mereka yang beragama islam maupun yang tidak islam, dan dulu sudah ada persetujuan untuk tidak saling mengganggu antara pemeluk agama, kenapa Ahmadiyah koq tidak boleh, sedangkan kristen, budha, konghucu juga boleh. Mungkin itu menurut penalaran Gus Dur.

Wallahu A’lam.

Hukum berdiam di mushola untuk wanita haid -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1347. Dari Sdri Ifa di Rengel: Ustadz kemarin menjelaskan bahwa orang yang sedang haid hukumnya haram berdiam diri di Masjid. Yang saya tanyakan apakah berdiam di serambi Mushola juga haram hukumnya ?

Jawab:
Berdiam di mushola maupun di serambinya itu boleh karena mushola itu bukan masjid. Sebab qaidah Masjid itu selain ditempati shalat berjama’ah juga ditempati untuk Shalat Jum’at. Sebab di jaman Rasulullah juga ada tempat-tempat shalat/mushola yang bukan masjid, tidak dilarang untuk berdiam di situ bagi wanita haid. Sebagaimana tidak dianggap I’tikaf apabila dilakukan di mushola, karena I’tikaf itu hanya di Masjid Jami’ tadi itu.

Wallahu A’lam.

Bolehkan beribadah/shalat di atas tempat pembuangan ? -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1346. Dari Sdri Umitiya di Sukosewu: Ustadz, rumah mertua saya sempat jadi kali/tempat pembuangan air dan limbah manusia, yang kemudian didirikan rumah di atasnya. Ada yang berpendapat yang demikian itu tidak boleh ditempati shalat, ada yang bilang boleh asal yang dibuat shalat tidak diatas tempat bekas limbah tersebut. Bagaimana menurut Ustadz mana yang benar ?

Jawab:
Tidak mengapa dengan adanya bekas pembuangan limbah, selagi tempat tersebut terpisah dari tempat yang kita pakai shalat itu. Misalnya terpisah itu bekas pembuangan ada dibawah, di atasnya ada lantai/cor-coran sehinggan tertutup rapat, di atasnya itu shalat tidak apa-apa. Maka sungguh telah menuturkannya Imam pengarang kitab Al-Mughni dan pengarang kitab Asy-Syarhul Kabir bahwa sesungguhnya diperbolehkan memakai apa saja yang ada di atas tutupnya tempat seperti yang disebut tadi dan sebagainya apabila limbah tersebut di bawah dan diatasnya diberi penutup yang rapat.

Hanya yang dilarang itu shalat di tempat pembuangan itu, ada pun di atas tutupnya diperbolehkan untuk shalat dan membaca Al-Qur’an. Meskipun ada sebagian ulama yang berpendapat tidak boleh  yang demikian itu. Tetapi yang benar in sya Allah tidak mengapa dengan shalat di atas tutup yang rapat tadi.

Wallahu A’lam.

Arti Jizyah, Kharaj, dan Istikhlaf -Tanya jawab Ma'had 28 November 2010-

1345. Dari Sdri Umitiya di Sukosewu: Ustadz, saya pernah membaca buku ada kata-kata jizyah, kharaj, dan istikhlaf, tolong dijelaskan.

Jawab:
Jizyah kalau diberi makna Indonesia berarti pajak, pungutan, atau upeti. Diambil dari kata Al-Ijza’. Karena Jizyah itu menanggulangi pada orang yang membayar pajak itu untuk mendapatkan perlindungan kehidupannya/darahnya. Jadi di dalam Islam itu kalau terjadi peperangan musuhnya kalah, maka yang kalah itu kalau tidak mau masuk Islam dikenakan pajak/jizyah setiap tahun per kepala keluarga yang jumlahnya bervariasi melihat keadaan orangnya, ada yang 1 dinar, 2 dinar, dan seterusnya, sehingga dia dan keluarganya bisa hidup di negeri itu dengan aman. Kelihatannya tidak adil karena yang sudah masuk Islam tidak dikenakan yang sama, tetapi sebenarnya tidak juga karena yang Islam sudah ada kewajibannya sendiri, misalnya zakat. Adapun disyariatkannya jizyah itu pada tahun 9 Hijriyah menurut catatan yang lebih jelas, meskipun ada yang berpendapat dimulai pada tahun 8 Hijriyah.

Kemudian jizyah itu dipungut dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang tidak mau memeluk agama Islam padahal sudah mengaku kalah, ditetapkan dalam Firman Allah di dalam surat At-Taubah ayat 29:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ


Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.

Kemudian untuk yang selain Yahudi dan Nasrani, yaitu Majusi dan kaum Musyrik yang lain, itu semua ditetapkan dengan Sunnah Nabi SAW, yang disamakan dengan ayat di atas.

Adapun Kharaj, adalah pajak hasil bumi. Jadi melalui perang, tanah yang kalah menjadi milik pemenangnya. Pihak yang kalah akan tetap mengelola tanah tersebut, tetapi mereka dikenai kewajiban untuk membayar yang namanya kharaj itu. Kalau orangnya sudah masuk Islam tidak dikenakan kharaj ini, tetapi di dalam Islam ada zakatuz-zuru’ , di mana setiap panen apabila mencapai nisab (5 wasaq/653kg) dikenakan 1/10 apabila tanahnya tidak memerlukan perawatan banyak hanya dengan menebar benih sudah jadi, 1/20 apabila tanahnya memerlukan banyak biaya untuk merawatnya.

Sedangkan Istikhlaf, yaitu menjadikan seseorang menjadi khalifah. sebagaimana disebutkan di dalam shahih Muslim bab dijadikannya Khalifah Abu Bakr ra,
سمعت عن عائشة و سئلت من كان رسول الله عليه و سلم مستخلفا لو استخلفه قالت ابو بكر و قيل لها ثم من بعد ابي بكر قالت عمر

Dari sahabat Ibnu Abi Mulaikah, dia berkata: saya mendengar dari Aisyah ra dan beliau ditanya siapa orang yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW sebagai pengganti andaikata beliau menunjuk penggantinya ? Aisyah berkata: Abu Bakr. Maka ditanyakan lagi kepada Aisyah, kemudian siapa setelah Abu Bakr ? Aisyah berkata: Umar. HR. Muslim, hadits no. 2385

Wallahu A’lam.